Page 8
Setiap orang mempunyai cita-cita, begitu juga aku. Selama aku hidup 23 tahun aku mempunyai banyak cita-cita. Ya, termasuk seorang pengajar, penulis, editor, petualang, dan semua hal yang aku suka itu kuanggap sebagai cita-cita.
Tidak tau bagaimana orang tua dahulu menyebut apa itu cita-cita. Yang ada dikepalaku adalah cita-cita suatu keinginan yang harus dicapai. Apa itu akan menjadi pekerjaan tetapmu, pekerjaan sambilanmu, atau kapanpun kau mau kau bisa melakukannya.
Sampailah aku masuk ke suatu organisasi intra kampus. Aku menemukan cita-cita. Menjadi seorang reporter. Yang aku tau reporter bisa menjadi apa saja dan siapa saja. Ketika ada informasi yang harus disampai baik itu meliputi wisata kuliner, jalan-jalan, politik kampus, hingga demonstrasi yang membuat kulitku tampak lebih hitam. Semua hal yang aku suka bisa aku lakukan dengan menjadi reporter.
Jika orang-orang bilang, travelling adalah kegiatan yang mengasyikkan. Mungkin aku juga akan bilang iya. Kenapa? Karena suatu kali aku kedapatan rubrik jalan-jalan. Mau tidak mau ya aku harus jalan-jalan. Melewati samudra dengan kapal nelayan. Snorkeling dengan kacamata renang biasa. Bermalam di pantai, mandi dengan air asin, blusukan mengintip penyu bertelur tengah malam dan tidur di barak tentara. Semuanya sangat menantang. Ini bagian dari cita-citaku, yang aku sebut petualang.
Menjadi pengajar, ya. Bukan guru. Aku takut dibilang guru. Itu predikat yang luar biasa bagiku. Mengajar secara formal, dan menjadi momok bagi anak-anak. Aku ingin disebut pengajar. Mengajar dengan menyenangkan. Tidak ada beban. Dapat diterima dan selalu menjadi hal yang dirindukan ketika tidak ada. Dan aku pernah merasakannya.
Sekolah yang bukan sekolah. Begitulah kira-kira. Aku bukan guru. Aku hanya punya tujuan agar mereka tidak stress di penampungan. Itu lah yang aku lakukan di suatu penampungan di kota kelahiranku. Bersama anak-anak asing. Apa saja bisa kulakukan asal semuanya senang. Tertawa, bermain dan mendapat pelajaran dari apa yang dilakukan dalam kegiatan bersama. Sayangnya hanya berjalan satu semester.
Aku lulusan pendidikan Bahasa Inggris. Aku bersyukur sekali dengan jurusan yang aku ambil. Karena bahasa banyak memberikan aku peluang dalam cita-citaku tadi. Ketika aku menjadi reporter, dan melakukan wawancara dengan orang asing bisa dipergunakan. Di lain pengalamanku mengajar anak-anak asing kemampuan bahasa Inggrisku pun banyak manfaatnya, bekerjasama dengan organisasi internasional juga menjanjikan kantongku. Hahaha
Editor juga menjadi cita-citaku semenjak aku masuk organisasi pers kampus. Walau reporter bisa dihandalkan dalam menjelajah semua sektor kegiatn, aku selalu tau kodratku sebagai perempuan. Pergi kemana yang aku mau, dari pagi sampai mau pagi, itulah yang kadang membuatku segan sama kodratku sendiri. Aku yang berjilbab besar, mengenakan rok, terkadang buat orang-orang disekelilingku memuji atau bisa jadi mencela. Berkumpul dengan banyak laki-laki dan berinteraksi dengan siapa saja. Haduh, akhirnya aku punya jalan keluar sendiri dengan tetap tidak meninggalkan dunia literasi. Ya, menjadi editor atau penulis. Walau masih skala anak bawang, aku tetap ingin menjadi penulis dan editor.
Mungkin minggu depan belum tentu aku bisa duduk tenang sperti ini lagi. Allah meringankan langkahku melamar pekerjaan menjadi pengajar di salah satu bimbel di kota medan. Dan minggu depan akan ada pelatihan terlebih dahulu mengajar di bimbel dari senior, dan jadwal santaiku akan menjadi jadwal yang paling sibuk nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar