Kamis, 17 September 2015

Guru, Sekarang dan (mungkin) Selamanya



 Page 11
 
Semalam aku gak posting tulisan, karena seharian di luar. TPM (Tes Potensi Mengajar) dan adaptasi di salah satu bimbel. Walau cuma perform satu materi dan selebihnya duduk memerhatikan tutor lain mengajar, ternyata cukup menguras energi juga. Tapi banyak banget pelajaran yang aku dapat dari mereka.

Hm, dalam benak merintih, ‘This is the way that god give to me’. Yah, guru, pengajar, atau tutor kira-kira itulah istilah yang selama tiga tahun ini kusandang. Sempat berfikir untuk melepas atribut itu tapi sulit. Sulit untuk menentang takdir tuhan.

Setelah berbulan-bulan di rumah mencoba melarikan diri dari kegiatan belajar mengajar, aku kangen juga untuk bisa show up lagi. Padahal aku sempat bilang ke Tika (teman kampus) kalau lebih memilih bekerja di dalam rumah untuk sementara ini sebagai editor dan penulis, ternyata eh ternyata, hm entahlah agak sulit juga menjelaskannya.

Dari empat anak orang tuaku yang sudah berkuliah, hanya aku yang masuk ke jurusan pendidikan. Itulah gen yang diwariskan dari orang tuaku. Karena mama dan abah berprofesi sebagai guru. Ketiga saudaraku yang lain mengambil jurusan medikal. Kakak pertama-jurusan Kedokteran Gigi, adik perempuanku-jurusan Akademi Kebidanan, dan adik laki-lakiku mengambil jurusan Dokter Hewan. Jadilah aku, si Lulu-PENDIDIKAN Bahasa Inggris. Masih ada satu lagi adik laki-laki paling kecil, tahun depan baru kita tau dia lulus di jurusan apa.

Jika diurutkan secara gen, maka wajar jika aku menjadi seorang guru. Pasalnya generasi diatas ku dalam keluarga kami rata-rata berprofesi sebagai GURU. Jadi memang kalau aku menjadi guru bukan suatu penyimpangan., malah menyimpang jika aku mati-matian gak mau dibilang guru. Hahahha.

Aku selalu mengeluh capek. Jadi guru itu capek. Capek kalau cuma punya ilmu pas-pasan. Capek kalau gak punaya metode, pendekatan, strategi, teknik yang jitu dalam menaklukan murid. Capek kalau gak punya suara kuat. Capek kalau punya fisik yang lemah. Capek kalau pake high heels di sekolah, hahaha. (yang ini becanda). Tapi capek itu bisa terbayar ketika murid-murid kangen dan kehilangan kalau kita gak masuk kelas; kalau pulang gak hanya disalamin tapi diciumin; lagi di kantor dibawain jajanan; ketika perpisahan nangis gak mau pisah. Hahahha.

Mungkin ini yang disebut panggilan jiwa, atau ya takdir dari tuhan. Aku masih belum tau lagi nasib aku di bimbel ini, aku harap semua dipermudah dan dilancarkan. Apalagi aku yang kadang agak sulit beradaptasi dengna orang baru, ribet dah. Balik lagi dari nol. Mengajar di sekolah formal, sekolah alam/non formal, dan sekarang bimbigan belajar, jadi pengalaman yang gak akan bisa dilupain dah.  Masing-masing punya jalannya. Nikmati aja.

Selamat datang si Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.



2 komentar: