Senin, 05 Oktober 2015

Kecoa dan Prosa


Malam ini aku ingin keluar dari persembunyian. Terbang dari kain satu ke kain lain, hinggap dari satu benda ke banda lain. Kamar ini cukup lembap, penuh dengan gantungan, entah itu gantungan baju, handuk, jaket, dan beberapa gantungan tas. Aku cukup betah disini.

Biasanya ada seorang wanita yang sibuk setiap malam mengetik sesuatu. Kadang aku geli membacanya, sesuatu yang diketiknya itu, kadang pun haru sedu sedan. Tapi malam ini dia tidur lebih cepat, dan seperti biasa laptopnya masih menyala. Selanjutnya akulah yang menjadi pembaca pertama setiap kali ia mmmm mungkin curhat dengan laptopnya.
***

Aku takut cerita ini menjadi cerita yang persis dengan prosa milik Dee “Sikat Gigi”. Aku menemukan pesan mengerikan setelah suara PING bertubi-tubi membuat pemberitahuan penuh.

Sesekali aku kesal dengan pertemuan dan perbincangan yang bagimu adalah cara menyadarkanku akan eksistensimu, dan bagiku adalah cara empati yang bisa kau dapat sebagai perantau di kotaku.

Lagi-lagi kukatakan, aku takut prosa Dee menjadi kenyataan. Aku tidak mau.
Malam dimana aku benci menerima pesan itu. Garing dan membosankan. Silakan lah mengelak jika kau baca prosaku. Ini cukup membantumu dari pada rasa malu yang kau hadapakan jika bertemu denganku nanti.

Aku tau kita sudah dewasa, tapi bagiku itu bukan cara yang dewasa. Aku tau kau memikirkan dan menunggu, tapi aku tak berharap temanku berkata begitu serius kepadaku. Sudahlah. Aku mungkin ada waktu untuk sekedar diskusi dan minum kopi bersamamu. Tapi mungkin bukan komitmen setiap pagi menyediakan kopi untukmu nanti.

Aku bukan membencimu. Hanya saja mataku cukup perih dan gatal membaca pesan-pesan itu.

Sekarang bagiku sendiri adalah jawaban atas baktiku. Aku memilih untuk belajar, bekerja, membaca dan menulis sampai waktu yang ditentukan Tuhan. Banyak berkumupl bersama keluarga dan bertukar cerita dengan orang tua dan teman-teman, ya termasuklah dirimu.

Tidak hanya itu, aku pun menaruh hal yang sama pada takdir Tuhan, mungkin Tuhan tidak mengarahkan itu kepadamu tapi pada yang lain.
***

Benar kan apa kataku, kali ini aku kedapatan bagian lara dari hidupnya. Malam ini ia sedang tak berselera dengan lawan chattingnya, dan memilih tidur lebih awal.

Aku masih di meja, aku lihat seorang laki-laki melengos ke kamar. Cukup berumur. Ia sepertinya hendak masuk ke kamar. Aku bersembunyi ke belakang meja. Berdiam beberapa jeda. Kudengar tangannya menekan tombol lampu tidur yang ada diatas meja. Kira-kira tak ada lagi baunya, aku kembali ke permukaan. Laki-laki itu meninggalkan kamar sambil mematikan lampu utama. Gelap bagi manusia. Tapi bagiku sama saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar