Kamis, 26 November 2015

Proposal Cinta II Nasib Kuliahku Gimana?

Ada yang terusik gak relung hati dan sanubarinya hehehe jika membaca kalimat berikut:
            Mencari ilmu dan nikah tak harus dipilih salah satu dan mengabaikan yang lain. Karena keduanya sama-sama mulia. Tak mungkin Allah memerintahkan hal yang mulia namun saling berbenturan antara yang satu dengan yang lain. Insya Allah mencari ilmu dan melaksanakan nikah bisa saling beriringan. Bahkan bisa saling melancarkan satu sama lain. Menuntut ilmu bisa menjadi lebih bergairah dengan adanya kekasih halal yang mendampingi. Menikah pun terasa nikmat dengan aktivitas intens dalam menuntut ilmu.
Hayooo, yang baca sambil tepuk-tepuk dada. Sabar ya Mblo.

Kalimat berikut bisa kamu baca di halaman 51 buku Rifa’i Rif’an yang judulnya Allah, Inilah Proposal Cintaku. Jangan ngenes ya kalau baca yang begituan, anggap kita sedang belajar. Karena pasti kita-kita punya niatan membina rumah tangga dengan seseorang nanti.

Jujur, aku sendiri sedang menyelesaikan studi S2, dan sudah memasuki umur yang katakanlah setiap ketemu orang di kondangan akan ditanyai “Kapan nikah?” bukannya “Kapan wisuda?” hehehe. Tapi minta didoakan saja semua akan terlaksana pada waktunya.

Dalam proses penyelesaian studi yang kalau orang bilang S1 itu mirip-mirip wajib, kalau S2 ada yang bilang sunnah, jadi terkadang kita itu dianggap menunda-nunda pernikahan padahal kan memang mau belajar. Ya kalau memang ada jodohnya dan mantap, adek siap-siap aja bang. Huahahaha.

Agak diabaikan saja ya kaliamat terakhir tadi.

Buku ini sendiri sebenanrya mau menyadarkan kita bahwa jangan mengambing hitamkan suatu ibadah. Lantas menunda dan bahkan menganggap buruk ibadah lain. Pernah kejadian, katakanlah si fulan atau fulanah yang menikah di masa perkuliahan. Di akhir semester malah mendapati nilai kuliahnya hancur, seolah-olah kesibukannya sebagai suami atau istri baru adalah penyebabnya. Lalu mulailah orang-orang di sekitar beranggapan “Itulah, entah hapa nikah muda. Makan tuh cinta.” sebagai contoh. Please, don’t say it. Karena bukan disebabkan pernikah hal itu terjadi. Tapi karena kurangnya keseriusan dalam membagi waktu dan disiplin lah menjadi masalah si pengantin baru. Kurang ilmu, tidak mau belajar dari orang-orang tua, tidak belajar dari pengalaman-pengalaman orang-orang sebelumnya.

Kan saya jadi berasa sok tau. Hihihi.
Karena begini, ironinya banyak malah yang belum nikah pun nilai kuliahnya lebih-lebih hancur dari yang sudah menikah. Nah kalau yang begini siapa lah yang kita jadikan kambing hitam? Nikah belum, uang jajan masih dari ortu, baju aja masih dicuciin tukang cuci. Agak susah kita cari kambing hitamnya haha, ya ujung-ujungnya manajemen diri sendiri sih yang harus dikacain gede-gede.
 Gimana, ada yang ntar setelah selesai semester ini terus mau lanjut ke pelaminan? Pantaskan diri, persiapkan. Belajar! Kalau kamu sanggup belajar dunia bertahun-tahun (S1, S2, S3) dan menghabiskan uang spp berjeti-jeti, masak belajar akhirat alias ngaji gratis ke majelis ta’lim minimal seminggu sekali untuk khatamkan bab Munakahat kok gak khatam-khatam, gak disuruh buat thesis kok. Gimana? Tertantang?!

8 komentar:

  1. bang, baaang si adek udh minta lamar itu, kode keras ini :D ahahaha

    jadi kan lu kyak edisi iklan itu, S2 ato nikah?
    hayuuk barengan aja gandengan biar makin mantap mlangkahnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hey, tikaaaaa, si peri biru....wah ngblog juga. Senengnyaaaa :)

      Hapus
  2. Waaa jd pengen baca itu buku :)

    Please Follow dear I'll follback ya :)
    www.nabilaariani.blogspot.com

    BalasHapus