Selasa, 03 November 2015

Diam

Malam-malam belakangan ini memang dingin. Dingin-dingin jambu. Jambu melambangkan warna merah muda yang artinya sedang berbahagia alias kesem-sem. Hujan mengguyur Medan yang aku tau. Mudah-mudahan Riau dan Kalimantan juga dilanda, sehingga gambut-gambut disana tak lagi menjadi sumber asap mematikan.

Bersyukurnya aku masih bisa merasa dinginnya malam. Karena itu pertanda semuanya masih sama. Dingin. Kaku. Membeku. Tetiba lebat hujan turun. Namun siapa sangka ada makna-makna yang orang lain tak paham. Hanya si pelaku dan targetnya saja yang tau. Lalu Tuhan. Dan berharap Tuhan melebarkan payung-payung untuk selamatkan kami dari hujan. Namun tetap dingin, kaku, dan membeku.

Ada banyak variable yang jika dihubungkan merujuk pada rangkaian judul penelitian. Sayangnya metode kali ini adalah spekulasi. Aku sendiri tak paham, tapi punya pendapat. Data pun kuanalisis dengan prasangka, siapa tahu memang benar. Silakan lanjut pada kesimpulan yang entah kapan bisa diwujudkan dalam kalimat di akhir penelitian.

Diamlah dalam zona aman yang kau bangun dari jarak-jarak kita. Pasang jaket anti peluru jika suatu saat penembak jitu tepat di hadapan. Karena itu membuatmu mempan. Karena itu membuatmu kadang melawan. Kau tarik pelatuk dan tundukkan lawan. Aku bersimbah darah merah jambu, bersimbah. Kerasnya ego mematikan rasa. Ayo, ayo, tembak saja aku!!!


Ada pesan yang tak pernah sampai. Hingga datang pergi dua kali tak pernah terlampiaskan. Diam menjawab semuanya. Bukan karena bisu, tapi kelu lidah beku. Kembali dingin mengintai, aku yakin membeku di hadapan gadis pujaan. Tak berani pun berbuat apa. Hanya ada kaku acuh seperti tak punya rasa. Mati dalam cinta paling dalam. Kau memang pecundang setia. Setia dalam gelapnya temaram-maram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar