Selasa, 31 Desember 2013

#Indonesia Tanpa Liberal Tahun 2012, Rekomendasi Buku Awal Tahun 2014

Sekularisme, pluralisme, dan liberalisme atau diingkat Sepilis, sudah lama mencuat berkamuflase di Indonesia. Namun Sepilis akan mungkin selalu dibahas di setiap orde kehidupan. Dari sebelum merdeka sampai katanya saat ini kita sudah merdeka justru ideologi ini getol menyuarakan pemikirannya. Jika kenal nama-nama ini camkan dengan baik, Ulil Abshar Abdala, Lutfi Asy-Syaukanie, Ihsan Ali Fauzi, Hamid Basyib, Nong Darol Mahmada, Ahmada Sahal, dan tentunya banyak nama yang membuat kawan tercengang jika membacanya nanti, biar jadi kejutan. Mereka bukan sekedar nama, tapi ternyata orang-orang yang getol mondar-mandir di media serata aktivis penyebar ideologi Sepilis ini. Atau mungkin dosen bahkan kawan sepermainan kita diam-diam juga bagian dari ajaran mereka siapa tahu. Waspadalah dan jagalah tauhid kita dari ancaman luar dan dalam.

Malam tadi aku selesai membaca #Indonesia Tanpa Liberal. Buku ini benar-benar membuka cakrawalaku bahwa keberadaan Sepilis benar-benar sedang mengkungkung Indonesia. Ternyata ideologi ni lebih menakutkan merasuki pemikiran manusia ketimbang beberapa agama yang dari awal menyisihkan perbedaan ketuhanan terlebih dahulu. Bukan tidak takut ideologi ajaran Nasrani merasuki otak, tetapi juga was-was dengan Theosofi yang digadang-gadang sebagai bentuk universal kehidupan, toleransi, dan solidaritas kehidupan umat.

Artawijaya (Penulis #Indonesia Tanpa Liberal) sukses membuat aku mengetahui banyak mengenai perkembangan Sepilis di negeri tercinta ini. Kita dibawa ke masa lalu dimana orang-orang Jawa jauh lebih dekat dengan ajaran Theosofi waktu itu, yang suku ku sendiri.

Awalnya aku mengikuti bedah buku di acara Book Fair November 2013 lalu di kampusku. Aku tertarik dengan pemaparan ustadz Qosim Nurseha Dzulhadi salah satu pengajar di pesantren Raudhatul Hasanah. Aku meminta slide powerpoint ustadz untuk kubaca terus-menerus di rumah. Karena kebetulan ideologi Sepilis ini mulai terasa di kalangan teman sepermainan ku dan ini rentan diadopsi mereka yang ajaran Islamnya tak kokoh dan yang tak bisa dihitung lagi bagi mereka berapa kali belajar agama (ngaji) dalam seminggunya.

Selain itu Sepilis kerap terasa kejanggalannya ketika setiap kali aku mengklik habibThink (suatu alamat blog). Kawanku Habib Asyrfi ini adalah orang yang getol menjejali kami akan propaganda aktivis liberal untuk diteliti bahayanya oleh kita yang awam pemikiran keras. Padahal banyak sudah propaganda yang dilakukan tetapi jika tak dibentengi dengan pengetahuan yang didapat salah satunya melalui buku yang aku baca ini, mungkin aku sendiri juga menikmati propaganda itu di dalam darahku.

Aku tentu ingin buku ini menjadi salah satu referensi awal tahun kawan-kawan. Walau memang buku ini terbitan Juni 2012, tapi tak ada salahnya karena Sepilis sendiri terus berkembang hingga sekarang tanpa kita sadari. Buku ini akan membuka mata kawan-kawan akan bahaya ideologi makar ini jika terus menerus tanpa kita sadari sebenarnya ada di sekitar kita. Karena ideologi ini mudah diserap oleh alam pikir kita. Sederhana, namun membawa sengsara.

Jika kita tak bisa mengajak orang lain untuk bersama-sama duduk dengan kita di Majelis, setidaknya membaca buku ini di kamarmu menjadi satu pilihan yang boleh saja dilakukan. Oke kamu tak mau duduk  bersama ulama, tapi bisa gak aku tantang kamu untuk baca buku yang aku rekomendasikan. Atau kamu mau pilih duduk, mendengar di majelis atau masih kekeuh diam disitu? Atau mau baca buku dengan tebal 292 halaman ini? 


Mudah-mudahan Allah senantiasa menjaga aqidah kita di jalan yang benar. Membentengi diri kita dari hal-hal yang dapat menjauhkan kita dari Allah. Lalu meninggal dalam iman yang sempurna dihadapan Allah, aamiin. Selamat membaca!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar