Senin, 04 Januari 2016

Kegelisahan Menyukaimu

Gegara Single showed up di bioskop dan banyak meraup penonton, aku yakin bertambah pula yang kepoin Raditya Dika. Ada yang baru mulai ngefans alias suka Raditya Dika, ada yang dari dulu udah suka, ada yang dulu suka lalu gak suka dan sekarang suka lagi, ada yang jadinya saling suka karena sama-sama suka Raditya Dika.

Biasanya orang-orang ini akan ketik nama Raditya Dika di mesin pencarian, baca dan nonton semua tentang Raditya Dika. Kepoin ig-nya, gak hanya dia tapi pacar dan keluarganya. Mention-mention di ig atau twitternya dia. Cuih! Sama kayak aku waktu dengar Michael Jackson meninggal, tetiba aku jadi suka banget dan mulai ngedownload gratis lagu-lagunya waktu masih kecil sampe udah setua itu.

Dan Raditya Dika? Aku termasuk kategori yang dulu suka lalu gak suka dan sekarang suka lagi. Tapi agak dibold lalu gak suka gak seekstrim itu katanya sih, maksudnya ya karena gak begitu jadi bahan konsumsi waktu itu jadi sedikit terlupakan.

Terakhir kali aku mention bang Dika tadi pagi. Gak sengaja aku liat background image twitter eh kok sama-sama gambar keyboard ya, bedanya bang Dika mesin tik dan aku keybord pc. Mungkin itu yang membedakan siapa yang lahir di masa kontemporer (bang Dika) dan yang lahir di abad kejayaan #eh.

Mulailah aku cari-cari kesamaan sama bang Dika. Sama-sama blogger, sama-sama pernah jadi Pemred suatu majalah. Sama-sama pernah mengajar bahasa Inggris di bimbel. Dan sama-sama,,,,jombl....bl...blo...eh gak ding bang Dika bentar lagi nikah, aamiin, ciyeeee.

Tapi please, samanya background image twitter itu bukan karena aku ngefans sama bang Dika. Tapi gambar keyboard melambangkan aku si suka nulis. Bahkan aku sama sekali gak ngeh kalau background bang Dika juga itu. Tolong lah ya!

Sebenarnya aku malu ngaku ngefans sama bang Dika. Malu lah. Malu kali. Tapi untuk teman-teman yang tau aku seperti apa pasti gak heran kalau aku diam-diam suka konsumsi humor Raditya Dika dan bahkan mencuri karakter bang Dika di beberapa kesempatan.

Kegelisahan aku adalah ketidakmengertian mereka akan arti sebuah apresiasi.

Aku begitu mengapresiasi pencapaian bang Dika. Bukan semat-mata membuat orang tertawa, ngakak, bodoh, banyak tau tentang pacaran, bangga punya mantan. Bukan! Bahkan kalau itu jadi tolak ukurnya aku siap-siap dikucilkan dari agama. Tapi kerja keras, konsisten, apa adanya, tulus, jujur, tekun, dan mau belajar. Yap, itu yang aku liat dari seorang Raditya Dika.

Aku sendiri gak berusaha menjadi komedian. Atu open mic diacara maulid-an. Menceritakan mantan-mantan, walau kenyataannya gak ada emang. Atau menyelipkan kata-kata kotor dan kasar di beberapa tulisan biar dianggap lucu. (Kalau pun ada aku khilaf). Gak. Aku gak punya niat itu. Aku malah berfikir bagaimana semangat juang bang Dika bisa dicuri dan ditransformasikan sesuai dengan akunya. Jadi salah besar lah kalau ada yang ngira aku bakal begini begitu gara-gara aku nonton Single, Malam Minggu Miko, dan Stand up comedy.

Dan kegelisahan lainnya adalah ketika mungkin tanpa sengaja aku update tentang Raditya Dika. Image, ya image. Manusia sering sekali membatasi pemikiran lewat image yang hendak dibangun. Seharusnya aku gak begitu. Aku terlalu makan mati tentang image. Selalu ingin dinilai baik. Sampai mau apa-apa mikir beribu kali tentang postingan. Bahkan mau ngelike status bang Dika aja takut, gara-gara yang dilike bakal grow up di beranda orang lain dan tau aku suka diam-diam komenin status bang Dika. Hahah gokil. Ini kayaknya aku udah mulai parno.

Bukan, bukan aku gak ngefans sama ulama-ulama. Para waliullah. Cerita para rasul dan sahabat. Ya jelas lah aku ngefans. Itu jauh posisinya lebih atas dibanding kekaguman aku dengan makhluk Allah lainnya. Jadi ini bukan semacam ghozul fikr, propaganda atau apalah. Ini hanyalah kegelisahan wkwkwkwk. Dan aku mulai parno.

Dan aku harap ada yang membaca ini. Biar orang-orang gak suka judge tanpa verifikasi. Gak enak banget, dikit-dikit update salah, baru liat timeline udah ngerasa hina aja, baru liat feed udah  mau bilang ‘wah psikopat ni orang’ atau ‘wah parno banget ni orang’, gak enak banget kan. Kalau aku baca bukunya mbak Asma yang Salon Kepribadian: Jangan Mau jadi Muslimah Nyebelin. Aku harap gak para akhwat la yang harus baca, yang ikhwan juga. Dan ternyata banyak juga ikhwan nyebelin, gak hanya nyebelin buat sesama ikhwan, parahnya nyebelin buat akhwat juga. Ya kan...

Oke, inilah diaryku. Selamat membaca.
(Rasain lho udah baca sampe terakhir)

Hehehe, salam dari Lulu yang suka becanda :P